Rabu, 21 Oktober 2009

Waspada Gempa di Indonesia

Oleh : Adisty Wardhani


Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia memang sedang diguncang berbagai bencana alam hampir di seantero negeri, mulai dari tsunami, banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan masih banyak lagi yang lain.
Beragam teori diajukan untuk dijadikan penyebab terjadinya bencana tersebut, mulai dari penggundulan hutan, penyalahgunaan lahan, sampai global warming.
Terminologi gempa bumi sendiri baik tektonik maupun tsunami telah menjadi konsumsi banyak orang. Di sepanjang abad 20 dan 21, gempa telah mengakibatkan banyak kematian dan kerugian material yang sangat besar. Hingga dikatakan bahwa tak pernah ada peristiwa-peristiwa alam lain dalam sejarah yang pernah berpengaruh pada manusia hingga pada batas sebagaimana halnya gempa bumi. Oleh sebab itu, bencana gempa telah menjadi peristiwa yang amat sangat ditakuti. Bahkan teknologi abad ke-20 dan ke-21 pun hanya mampu mencegah kerusakan akibat gempa pada suatu batasan tertentu saja.
Satu contoh gempa yang terjadi pada tahun 1995 di Kobe, Jepang. Peristiwa itu menjadi pelajaran bagi mereka yang suka berpikir bahwa teknologi akan memungkinkan untuk mengendalikan alam. Gempa dahsyat yang menimpa pusat industri dan transportasi terbesar Jepang itu datang tanpa diprediksi. Meskipun gempa itu hanya berlangsung selama 20 detik, sebagaimana dilaporkan oleh majalah Time, gempa tersebut mengakibatkan kerusakan senilai 100 milyar dollar.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, gempa-gempa besar telah terjadi berulang kali dan menjadi suatu hal yang paling menakutkan bagi manusia di seluruh dunia. Bila kita lihat pada data yang dikumpulkan oleh American National Earthquake Center untuk tahun 1999, kita dapati bahwa 20.832 gempa terjadi di suatu tempat di dunia. Menyebabkan sekitar 22.711 orang kehilangan nyawa.
Di awal abad 21 ini juga telah terjadi gempa tektonik yang sangat mengerikan. Gempa bumi yang terjadi pada 26 Desember 2003 yang menghancurkan salah satu wilayah di Iran, telah menyebabkan sekeliling samudera Hindia diguncang dengan musibah serupa. Kekuatan gempa yang hanya 6,6 SR itu telah menewaskan sedikitnya 41 orang.
Peristiwa lain yang tidak pernah dilupakan sepanjang sejarah adalah apa yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 di bumi Aceh. Sebuah gempa tsunami dengan kekuatan 8,9 SR itu telah menewaskan lebih dari 200.000 orang dalam kondisi yang sangat mengenaskan. Dengan kekuatan gelombang lebih dari 800 km/jam, efek tsunami yang ditimbulkan oleh gempa ini telah menimbulkan kehancuran fisik dan lingkungan yang sangat besar.
Badan PBB untuk Program Lingkungan Hidup (UNEP) memperkirakan kerugian Indonesia di sektor lingkungan hidup akibat bencana tsunami mencapai nilai 675 juta dollar AS, atau setara dengan sekitar Rp.6 triliun. Laporan yang dipublikasikan di Markas Besar PBB, New York, UNEP menyebutkan kerugian tersebut berupa hilangnya sejumlah habitat alam dan fungsi ekosistem. Menurut laporan UNEP, di Aceh dan Sumatera Utara, sekitar 25.000 hektare hutan bakau, 32.000 hektare terumbu karang, dan 120 hektare tanaman laut rusak akibat bencana tersebut. Dan yang tak kalah mengerikan juga gempa yang baru-baru ini ini terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat. Gempa yang tercatat 7,3 SR itu telah meluluhlantakkan daerah tersebut. Dan yang terkini gempa yang terjadi di Sumatera Barat tercatat 7,6 SR yang memakan korban lebih dari 500 jiwa.
Medan sendiri berada dalam ancaman gempa tektonik dengan kekuatan cukup besar, karena secara geologis Medan dan beberapa kota lain di Sumatera berada di jalur patahan gempa. Dari penelitian yang dilakukan, patahan gempa yang paling mengancam Medan adalah Mergui FZ yang berada di perairan Thailand, karena sampai saat ini belum terjadi pergeseran dan masih tersimpan banyak energi yang belum dilepaskan.
Menurut Ikatan Ahli Geologi Indonesia Sumut (IAGI), setidaknya ada empat titik sumber gempa yang berpotensi mengancam kota Medan. Pertama. Dari gugus kepulauan Nias, kedua dari gugus kepulauan Andaman-Nikobar terutama ancaman tsunami, ketiga dari jalur patahan Renun-Toru dan kemudian dari kawasan pantai timur Sumut-NAD pada posisi tektonik belakang (back arc).
Data empiris menunjukkan gempa yang berkekuatan 7 SR dapat menjangkau jarak 400 km, dan 8 SR dapat menjangkau 720 km dari pusat gempa. Sumber ancaman gempa bumi yang pertama berasal dari jalur kegempaan besar kepulauan Nias yang hanya berjarak 350 km. menurut catatan para ahli Geologi, gempa bumi yang terjadi di Mexico city yang berjarak 400 km dari pusat gempa, tergoncang hebat dengan menewaskan sekitar 35 ribu jiwa dan meruntuhkan banyak gedung bertingkat sebagai efek amplifikasi. Di kepulauan Nias telah terjadi dua kali gempa besar, pertama pada tahun 1861 dengan kekuatan 8,0 SR dan kedua pada tahun 1935 dengan kekuatan 7,7 SR. Artinya siklus pengulangan gempa berikutnya adalah pada rentang waktu sejak sekarang ke tahun 2035 dan 2061.
Sumber ancaman gempa bumi terbesar kedua yakni berasal dari ruas patahan Renun dan Toru. Kedua patahan tersebut membelah bumi Sumut mulai dari Dairi, melintas Karo, Pakpak Barat, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Taput, Tapteng, Tapsel, hingga Mandailing Natal. Gempa yang muncul dari dua patahan Renun dan Toru ini diperkirakan akan mencapai 6 hingga 7 SR. Sementara jarak dua patahan tersebut dengan kota Medan hanya berkisar 200 km.
Adakah Hubungan dengn Global Warming
Secara teoritis, lapisan luar bumi merupakan lempeng-lempeng batuan raksasa yang merayap di bola dunia dengan kecepatan hingga 10 cm setahun. Lempeng, yang dikenal sebagai lempeng tektonik ini sebagian membawa benua, yang lain membawa dasar samudera ; ada juga yang membawa keduanya. Kebanyakan gempa itu terjadi di sepanjang perbatasan antara dua lempeng. Karena didorong oleh arus-arus yang digerakkan panas di astenosfer, yaitu batuan lebih lunak di bawahnya. Lempeng-lempeng itu terus menerus memisahkan diri, bertabrakan, atau saling bergesekan. Kalau tekanan yang dihasilkan oleh gerakan ini meningkat hingga melampaui tingkat tertentu, energi yang tertahan memecahkan batuan dan menciptakan retakan yang disebut sesar. Lepasnya energi secara mendadak menimbulkan getaran yang mengguncangkan tanah, dan itulah gempa.
Adanya peningkatan suhu bumi yang disebabkan oleh pemanasan global tidak bisa diabaikan telah menjadi penyebab timbulnya bencana ini. Itu jika gempa yang terjadi disebabkan oleh benturan lempeng batuan raksasa di dalam perut bumi. Namun, jika gempa itu disebabkan oleh hujan batu (meteor dan asteroid), maka gempa itu sendiri yang akan menjadi pemicu dari puncak terekstrim dari pemanasan global.
Instrospeksi Diri
Banyaknya gempa menjadi isyarat penting akan dampak pemanasan global dalam skala kecil, sekaligus peringatan awal akan terjadinya puncak pemanasan global yang paling ekstrim. Dimana bukan hanya kerusakan dan kehancuran materi pada wilayah local, melainkan akan berimbas pada kerusakan secara global. Korban yang ditimbulkan bukan hanya bilangan puluhan atau ratusan ribu jiwa, melainkan bisa melampaui angka jutaan hingga ratusan juta rupiah.
Rasanya tidak ada salahnya kita sama-sama melakukan instrospeksi diri. Jangan hanya terus berkelahi. Pikirkan nasib bangsa ini dan mengubah diri. Coba simak petikan syair dari lagu Ebiet G.Ade berikut ini "Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa. Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita. Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang."
Sekali lagi, mengapa begitu banyak bencana terjadi di Indonesia? Jawabannya ada pada diri kita masing-masing.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar